LANGGAM GAYA HIDUP
CAMERACANON.blogspot.com – SULIT menampik bahwa
saat ini kamera analog sedang naik daun, mengiringi perkembangan media sosial
sebagai wadah untuk pamer alat atau kamera serta hasil jepretan. Media sosial
juga menghubungkan pengguna kamera analog dari lain kota, lain pulau, hingga
lain Negara. Bentuk kamera analog yang unik dan terlihat lawas menjadi daya
tarik.
Mengiringi hal tersebut, toko-toko kamera seprti di Harco Pasar
Baru, Jakarta Pusat pun diramaikan oleh penggiat fotografi analog. Di sanalah
antara lain mereka bisa mencari kamera analog antic dari bermacam merek dan
tahun pembuatan.
Di tengah kemajuan teknologi, kamera dan aksesori kamrea analog
memang bisa juga didapat melalui situs penjualan daring maupun di media sosial.
Namun, kahdiran toko fisik menjadi wahana untuk ngobrol bertukar ilmu dan
pengalaman seputar fotografi.
“Fotografi analogmemang dirasakan semakin ramai beberap tahun
terakhir. Pehobinya bukan Cuma orang tua. Ada juga anak-anak muda atau
mahasiswa yagn ingin mencoba memotet degna nkaerma analog. Mungkin mereka bosan
memotret dengan kamera digital. Internet memang memudhakan jual-beli, tapi
sebuah toko fisik bagi saya ibarat base tempat orang berkumpul,” kata Eka
Raspratama, pemilik toko MainKamera di kawasan tersebut.
Mereka yagn menggeluti fotografi analog, seperti dikatakan Eka,
biasanya punya cerita yang unik tentang kemara yang dimiliki. Bisa karean
kamera itu adala hwarisan dari kakek ata uorangtua atau bisa juga karena kamera
itu didapat setelah berburu selam bertahun-tahun.
“Seperti ini, Leica IIIcK. Saya beli Rp 300 ribu di pasar loak.
Setelah saya cek serial number, ternyata itu seri militer Jerman tahun 1945.
Terus cek di eBay, harganya berkisar antara Rp 20 juta hingga Rp 200 juta,
tergantung kondisi,” kata Eka.
Proses dan pindai
Dibandingkan dengna kamera digital, memotret menggunakan kamera
analog memang lebih rumit. Dari proses pemotretan saja, seorang juru foto harus
cermat mempertimbangkan sudut pengambilan, komposisi, serta pengaturan rana dan
shutter speed kalau tidak mau ada
frame yang terbuang. Setelah itu, harus ada proses cuci-cetak atau scan untu
kbisa meliaht hasil jepretan.
Penyedia jasa cuci-scan
film saat ini cukup langka, tetapi bukan berarti tidak ada. Di Jakarta, ada
beberapa temapt yagn menawarkan jas tersebut dengan kualitas dan biaya yang
bervariasi. Tak luput di Bandung, ada Hipercatlab yagn berdiri lantaran orang
kesulitan mendapatkan jasa cuci-scan film
hitam-putih yang mudah dan murah.
“Saat ini, kami menangani jasa proses dan scan. Cetaknya belum.
Cetak manual (di kamar gelap) masih memungkinkan untuk dilakukan, tapi secara
ekonomis biayanya mahal. Biasanya yang cetak manual adalah pemain pro dan
mereka biasanya cetra ksendiri karena sebua hfoto untuk dicetak manual, banyak
detail yang harus diperhatikan.” Kata Muhamad Fajar Hidayat, pemilik sekaligus
yang menajalankan Hipercatlab.
Dengan banderol harag sekitar Rp 30 ribu untuk film hitam-putih dan
Rp 40 ribu utnuk film warna, Hipercatlab pun menggunakan internet dan media
sosial untuk “berjualan”. Seperti dikatakan Fajar, 95 persen pelanggannya
mengenal Hipercatlab dari media sosial dan internet, selebihnya dari mulut ke
mulut.