DALAM dunia jurnalistik beredar “peraturan”
yang mengatakan bahwa mengedit seubah foto batasannya adalah teknik kamar
gelap. Maksudnya, mengedit foto di era digital dalam dunia jurnalistik hanya
boleh dilakukan ,kalau zaman dahulu juga bisa dilakukan, di kamar gelap (proses
cuci cetak foto).
Maka, kalau dijabarkan, mengedit
foto digital yagn diizinkan dalam dunia jurnalistik adalah krop (memotong), membuat lebih gelap total, membuat gelap sebagian(burning), membuat lebih terang total,
membaut terang sebagian (dodging),
menaikkan kontras, dan memutar foto. Dalam hal tertentu, memperbaiki warna yagn
salah (akibat salah white balance,
atau salah memilih film) bisa dilakukan.
Banyak fotografer jurnalistik
(terutama yang baru bersentuhan dengan digital) sangat takut bahwa edita
nfotonya berlebihan dan melanggar asas jurnalisme (karena dia tidak bisa
mengedit fotonya sendiri). Padahal, sesungguhnya, dalam dunia jurnalistik tida
ada pihak yang bisa melarang siapapun karena kalau ketahuan melanggar soal
mengedit ini pun hukumannya jug tidak ada aturannya.
Satu hal yang harus dipahami saat
ini adalah sesungguhnya pembohongan lewat foto 99,9 persen justru bukan dari
mengedit, melainkan dari memainkan teksnya. Hal itu misalnya foto dari Malaysia
dikatakan dari Indonesia. Foto buatan tahun 2003 disebut dibuat kemarin dan
sebagainya.
Hal lain yang harus dipahami adalah
kini sangat sulit berbohong dengan fotografi. Makin banyak orang ikut memotret
selain wartawan, juga makin banyak perangkat untuk menguji sebuah foto ata
ukemiripan sebuah foto dengan foto lain (misalnya Google Image dan Tineye).
Dan yang paling penting diketahui
adalah harga diri seorang wartawan/Koran ada pada kebenaran informasi yang
dibawakan. Satu kali ketahuan berbohong, sang wartawan/Koran sulit dipercaya
lagi. Ini menyangkut uang iklan yang akan masuk padanya.
Media besar akan berpikir jutaan
kali untuk berbohong karena itu menyangkut uang iklan yang emmang pemasukan
utamanya. Namun, tidak bisa dimungkiri, kini ada media yang memang mendapatkan
uang dari pembelokan fakta.
Hasil akhir setelah proses dengan fungsi skew. Tidak ada data yang berubha dibandingkan realitas aslinya
Fungsi “skew”
Baiklah, mari kita kembali ke soal
mengedit foto. Berikut ini adalah proses saya mengedit foto lama (masih memakai
film) yang miring akibat ketidaktelitian saat memotret. Kemiringan foto saya
tidak mungkin diedit dengan aturan konvensional. Kalau diputar, bagaian lain
lagi akan miring. Maka, saya memakai fungsi skew
lewat perangkat lunak, yaitu cara yang diera kamar gelap juga bisa
dilakukan tetapi sulit dan membuat beberapa bagian foto jadi tidak tajam.
Mengapa menurut saya cara ini sah? Saya
berani melakukan in idan membuka olahan yang saya lakukan karena hasilnya
sesuai dengan realita bangunan aslinya.
Salah satu pegangan jurnalistik
adalah apakah masih sesuai dengan aslinya. [Sumber : Kompas, Selasa, 17 Januari 2017|Oleh;
Arbain Rambey dalam Tips&Catatan]