HIBURAN | LAYAR
CAMERACANON.blogspot.com – NAMUN tantangan ini
tidak menyurutkan antusiasme para fotografer amatir peserta ajang kompetisi
fotografi, Photo Face-Off. Acara rellity show tersebut telah memasuki musim
ketiga dan mulai menyapa pemirsa di saluran televisi History mulai 8 September.
Konsep Photo Face-Off ini mengadopsi kompetisi Canon PhtoMarathon
yang dimulai 14 tahun lalu di Singapura. Para peserta dari berbaga inegara
ditantang utnuk menghasilkan karya fotofrafi terbai ksesuai tema yang
ditugaskan selam sehari penuh. Canon PhotoMarathon telah berkembang menjadi
lomba foto yagn besar di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan.
Mirip konsep tersebut, Photo Face-Off memberikan tiga jenis
tantangan kepada para peserta, yakni kecepatan, tema, dan tantangan face-off.
Tantangan kecepatan mengharuskan peserta memotret dalam waktu yang terbatas.
Tantangan tema menghadirkan klien yang menginginkan pemotretan tertentu.
Selanjutnya, tantangan face-off
mengharuskan peserta bertanding satu lawasn satu melawan juri tetap, Justin
Mott, seorang fotografer professional, untuk memotret obyek yang sama.
Mott adalah fotografer kelahiran AS dan belajar jurnalistik di San
Francisco State University. Tahun 2007, dia pindah ke Vietnam dan bekerja
sebagai jurnalis foto. Di menjadi contributor New York Times di Asia Tenggara.
Karyanya juga banyak tampil di TIME, The
Wall Street Journal, Newsweek, The Guardian, BBC, CNN, dan Forbes.
Semacam olimpiade
Photo Face-Off musim 3 diikuti peserta dari empat negara, yakni
Singapura, Thailand, Indonesia, dan Malaysia. Jika pada musim sebelumnya setia
pengara diwakili satu peserta, pada musim 3 ini ada tiga peserta dari setiap
negara.
Setipa peserta harus bersaing satu sama lain untuk menjadi pemenang
dan mewakili negaranya pada grand final di DaNang, Vietnam. Satu peserta
tambahan dari Vienam mendapatkan wild
card untuk menjadi pemenang Photo Face-Off musim 3.
“Ini semacam olimpiade fotografi di Asia Tenggara.saya terus menekan
mereka untuk bisa bekerja secara professional. Mereka sangat bagus dan
kompetitif. Saya juga tidak ingin kalah dari mereka,” ujar Mott.
Kontestan asal Indonesia adalah Agus Supriyanto (37), manajer;
Christinato Harsadim (25), mahasiswa; dan I Gusti Ngurah Bagus Wirajaya (30),
mahasiswa. Mereka beradu ketangkasan memotret di Yogyakarta.
Pada tantanga kecepatan, mereka diuji dengna memotret model yang
berpose dengan mobil neon yang bercahaya. Satu peserta akan tereliminasi pada
babak ini.
Untuk tantangan tema, mereka diharuskan mengambil gambar kaya seni
warna-warni di Kampugn Code untuk dipajang dalam galeri seni di Yogyakarta.
Satu lagi peserta akan tereliminasi pada babak ini. Kemudian tantangan face-off, peserta meotret gambar
simetris dengan Candi Prambanan harus ada di dalamnya.
Di negara lain, para peserta juga ditantang memotret berbagai macam
hal. Di Bangkok, Thailand, misalnya mereka harus memotret bunga secara kreatif
untuk tantangan kecepatan, membuat dan menata album utnuk sebuah band untuk
tantangan tema, dan mengambil foto hitam puith tim polo air putri nasional
ketika sedang bertanding.
Untuk menilai karya para peserta, Mott ditemani klien dan fotografer
professional dari masing-masing negara sebagai juri.
Mendadak motret
Ketiga kategori tantang itu dirancang untuk mendorong keterampilan,
pengetahuna, dan kreativitas dan membuat foto yang unik. Kami diberi tema
secara mendadak, kamera juga diberikan mendadak. Lokasi juga diberitahukan
mendadak. Saya harus memanfaatkan waktu persiapan yang sangat singkat untuk
menentukan foto. Ini benar-benar membuat saya keluar dari zona nyaman,” ujar
Agus, saat jumpa pers di Jakarta, akhir Agustus lalu.
Gusti mengatakan hal senada. Hal pertama yagnharus dimiliki setiap
peserta adalah kecintaan pada dunia fotografi. “Kalau kita enggak suka motret,
tentu tidak akan dapat foto bagus. Kita juga harus berani berpikir out of the
box,” kata Gusti, yang gemar fotografi sejak kecil.
Christianto memiliki tantangan tersendiri karena dia memiliki
gangguan pendengaran dan harus berkomunikasi dengan bahasa isyarat. “Di lokasi,
saya mencoba berkomuniksi dengan model memakai bahasa isayarat. Dia tidak
mengerti sama sekali,” tuutrnya melalui penerjemah.
Kekurangan itu tidak menyurutkan Christianto untuk berkompetisi. Dia
ingin memperliahtkan kepada para tunarungu bahwa mereka pun bisa memotret dan
membuat foto bagus.
Kepala Penjualan dan Periklanan A+E Networks Charles Less
mengatakan, Photo Face-Off tidak sekadar sebuah kompetisi memotret. “Ini adalah
cara menuturkan cerita dengan cara yang mengagumkan. Lama-kelamaan bisa
tercipta sebua hkultur fotografi,” ujarnya.
Sisi lain dari kompetisi ini adalah, tuurt tersorotnya keelokan
panorama dan kehidupan sosial budaya di setiap negara sehingga bisa
diperkenalkan kepada maysarakat yang lebih luas. Pemirsa bisa ikut menikmati
buurng dalam sangkar terbesar di Kuala Lumpur; beragam jajanan di Street Smith,
pujasera ikonik Singaprua; atau keindahan Jembatan Naga, ikon kota Da Nang.
Terelbih, dari tahun ke tahun industry fotografi semaki nberkembang.
Banyak pula bermunculan fotofrafer handal. Dari balik lensa, dengan beragam angle, mereka mengabadikan keindahan dan
keunikan semesta.[Sumber : Kompas, Minggu, 18 September 2016 | Oleh : Ransisca
Romana Ninik]
Keywods : Photo,foto,Photo Face-Off,Canon PhotoMarathon,.
Tags: adu tangkas, dibalik lesa,fotografer.
Description: Memotret dan menghasilkan foto yang bagus bagi orang
kebanyakan sudah merupakan tantangan.
Excerpt ; Memotret dan menghasilkan foto yang bagus bagi orang
kebanyakan sudah merupakan tantangan. Apalagi, ditambah batasan waktu, tema,
dan “lawan” fotografer professional kelas dunia, mengintip dari balik lensa
bisa memacu adrenalin!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar