Rabu, 25 Oktober 2017

MEMAHAMI DEFINISI FOTO BAGUS

Klinik Fotografi


SETIAP penjurian sebuah lombo foto usai, pertanyaan yang selalu muncul adalah apa alasan foti ini memang?
Kalau dianalogikan ke hal lain, begini kira-kira persamaanya; Anda diminta menilai lima piring nasi goreng untuk emnentukan mana yang palign enak. Setelah Anda bisa memilih mana yang paling enak, Anda tentu tidak bisa mengatakan alasan pemilihannya bukan? Enak adalah kata kuncinya, tak ada pertimbangan lain yang bisa dijadikan alasan.
Akan  tetapi, khalayak umum  tentu tidak bisa menerima alasan yang mengatakan foto ini menang karena paling bagus. Pertanyaan selanjutnay yang muncul adalah bagus itu apa definisinya? Secara umum, manusia sengan pada definsi walaupun kadang ida sendiri sering menilai tanpa tahu definisinya.
Sebagai contoh adalah definsi canti kdan definsi nyaman. Orang mudahmengatakan “wah, orang itu cantik” dan “wah, ruangan ini nyaman sekali”, padahal definsi apa itu cantik dan apa itu nyaman rasanya belum pernah ada yang baku.

Bagus, indah, menarik, dan berbicara
Sesungguhnya, untuk memberi definsi apakah sebuah foto itu bagus atau tidak, ada banyak pemikiran. Kili kali ni akan membahasa empat definsi “foto bagus”. Definisi pertama adalah kata “bagus” itu sendiri.

Foto bagus adala hfoto yang sesuai denga ntujuan untuk apa foto itu dibuat. Foto menu yang baik adalah foto makanan yang membuat orang yang melihatnya ingin memakan makanan itu. Foto interior yang bagus adala hfoto ruangan yang membuat orang ingin berada di ruangan itu. Foto perjalanan yang bagus aalah foto yang membuat orang ingin datang ke tempat yang difoto itu.

Foto Candi Borobudur yang menyertai tulisan ini adala hfoto yang indah, artinya foto yang menyenangkan untuk dilihat. Apakah foto Candi Borobudur ini bagus? Tergantung pemikirannya.
Foto Candi Borobudur itu tidak bagus kalau kotesknya adalah untuk lomba foto karena foto dengna sudut pemotretan seperti itu sudah sangat klise. Di Punthuk Setumbu, tempat pemotretannya, tiap pagi puluhan orang memotret dengan hasi lyang kira-kira sama. Ini sudah berlangsung lebih dari 20 tahun di tmepat itu. Foto Candi Borobudur yang dipotret dari Punthuk Setumbu saat matahari terbit adalah foto yang tidak bagus kalau konteksnya untuk lomba meskipun hasil fotonya indah.

Foto yang bagus saat pelantikan Presiden Joko Widodo pada 20 Okotober 2014 adalah foto yang bisa menggambarkan kemeriahan acaranya. Namun, foto itu akan menajdi tidak menarik kalau banyak orang memotret dengan hasil yang hampir sama.

Perhatikan aneka foto berita utama surat kabar di Indonesia pada 21 Oktober 2014. Foto-foto itu semua bagus, tetapi foto di harian Kompas adalah yang menarik. Foto menarik adalah foto yang
lebih menonjol dibandingkan foto lain yang sejenis.

Adapun foto yang berbicara adala hfoto yang mudah dimengerti. Akan tetapi, harus digaris bawahi bahwa mudah dimengerti ini buknalah dalam kadar yagn biasa-biasa saja. Foto yagn berbicara adalah foto yagn mudah dimengerti walau informasinya lebih dari biasa. Sebaga icontoh adalah foto dari Pemilu 2009 yang menampilkan seorang pemilih tidak bertangan sedang memasukkan surat suaranay di Surabaya. Sekilas orang sudah tahu itu foto tentang apa dan apa keistimewaan adegan itu.
[Sumber : Kompas, Selasa, 26 Juli 2016 | Tips & Catatan |Arbain Rambey]


#Foto menarik adalah foto yang “menonjol” dibandingkan foto lainnya. In iadalah aneka foto berita utama surat kabar Indonesia tentang pelantikan Presiden Jokowi pada 21 oktober 2014.
#Foto berbicara adalah foto yagn mudah dimengerti, terutam tentang informasinya yang lebih dari biasa. Ini adalah foto dari Pemilu 2009.



#Foto Indah adalah foto yang menyenangkan untuk dilihat. Ini adalah foto Candi Borobudur diliaht dari tempat yang bernama Punthuk Setumbu.



DESCRIPTION: DALAM dunia foto jurnalistik dikenal adanya esai foto, termasuk untuk memprofilkan seseorang.
KEYWORDS: jurnalistik,dunia foto,esai foto,foto bagus,foto indah,foto menarik,foto berbicara.

TAGS :  definisi foto bagus,memahami.

Perjalanan Menuju Pulau Nusa Kode


Selasa, 10 Oktober 2017

Memahami Estetika Foto Jurnalistik

Pekan lalu, rubrik KLIK telah membahas soal etika dalam foto jurnalistik. Kali ini yang akan kita bahas adalah estetika, atau masalah keindahan visual sebuah foto. Almarhum Kartono Ryadi, redaktur fotografi harian Kompas 1980-1996 dan 2000-2003, mengatakan bahwa foto jurnalistik berhak dan wajib tampil indah.
Kartono Ryadi yang biasa disapa KR ini menegaskan bahwa foto yang biasa-biasa saja tidaklah menarik orang untuk menyerap informasinya. “Koran tidak cuma jualan informasi. Kalau penampilan sebuah koran tidak menarik, orang tidak akan tertarik membaca atau membelinya” kata KR kalau memberikan pembekalan kepada fotografer baru Kompas.
Lebih jauh, KR pernah mengatakan ini, “Kalau memotret usahakan menjauhi kamerawan televisi. Jangan sampai fotomu cuma versi diam dari adegan yang sudah disaksikan orang di televisi.”
Berpikir Beda
Pedoman yang diberikan almarhum KR sebenarnya masalah estetika. Seorang jurnalis foto harus selalu berpikir untuk menghasilkan foto menarik, berbeda dengan karya fotografer lain yang memotret acara yang sama. Bayangkan kalau semua koran memasang foto yang mirip. Sangat membosankan.
Foto Candi Borobudur yang dipotret dari Punthuk Setumbu bisa dikatakan dipopulerkan harian Kompas setelah dimuat sebagai headline pada 2 Januari 2004. Sebelumnya, Candi Borobudur umumnya hanya dipotret dari tempat terdekat. Setelah pemuatan itu, sangat banyak telepon datang ke redaksi menanyakan tempat pemotretan yang kini makin populer setelah muncul di film Ada Apa dengan Cinta 2.
Demikian pula suasana bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, pada 2003 pasca penyerangan Amerika Serikat ke Timur Tengah pada Perang Teluk 2. Pemotretan dengan sudut rendah dengan latar belakang matahari, menghasilkan foto yang tidak sekadar tampak itu suasana bongkar muat.
Akan halnya foto pertandingan voli yang dipotret dari atas Istora, Senayan, Jakarta, sesungguhnya tidak selalu bisa dilakukan karena tergantung adanya tangga yang tersedia. Tangga hanya tersedia biasanya setelah terjadi proses perawatan, dan hanya fotografer yang jeli yang memanfaatkannya. Almarhum Julian Sihombing telah memakai tangga itu sejak awal 1990-an, terutama untuk memotret pertandingan bulu tangkis.

Tak bisa dilupakan suasana demo mahasiswa pada peristiwa Mei 1998 karya Eddy Hasby yang memakai teknik backlight. Demo yang biasanya tampil “menyeramkan”, justru tampil indah. Foto ini juga menjadi sampul sebuah buku tentang peristiwa 1998 itu.