Selasa, 12 Desember 2017

Adu Tangkas dari Balik Lensa

HIBURAN | LAYAR
CAMERACANON.blogspot.comNAMUN tantangan ini tidak menyurutkan antusiasme para fotografer amatir peserta ajang kompetisi fotografi, Photo Face-Off. Acara rellity show tersebut telah memasuki musim ketiga dan mulai menyapa pemirsa di saluran televisi History  mulai 8 September.
Konsep Photo Face-Off ini mengadopsi kompetisi Canon PhtoMarathon yang dimulai 14 tahun lalu di Singapura. Para peserta dari berbaga inegara ditantang utnuk menghasilkan karya fotofrafi terbai ksesuai tema yang ditugaskan selam sehari penuh. Canon PhotoMarathon telah berkembang menjadi lomba foto yagn besar di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan.
Mirip konsep tersebut, Photo Face-Off memberikan tiga jenis tantangan kepada para peserta, yakni kecepatan, tema, dan tantangan face-off. Tantangan kecepatan mengharuskan peserta memotret dalam waktu yang terbatas. Tantangan tema menghadirkan klien yang menginginkan pemotretan tertentu. Selanjutnya, tantangan face-off mengharuskan peserta bertanding satu lawasn satu melawan juri tetap, Justin Mott, seorang fotografer professional, untuk memotret obyek yang sama.
Mott adalah fotografer kelahiran AS dan belajar jurnalistik di San Francisco State University. Tahun 2007, dia pindah ke Vietnam dan bekerja sebagai jurnalis foto. Di menjadi contributor New York Times di Asia Tenggara. Karyanya juga banyak tampil di TIME, The Wall Street Journal, Newsweek, The Guardian, BBC, CNN, dan Forbes.
Semacam olimpiade
Photo Face-Off musim 3 diikuti peserta dari empat negara, yakni Singapura, Thailand, Indonesia, dan Malaysia. Jika pada musim sebelumnya setia pengara diwakili satu peserta, pada musim 3 ini ada tiga peserta dari setiap negara.
Setipa peserta harus bersaing satu sama lain untuk menjadi pemenang dan mewakili negaranya pada grand final di DaNang, Vietnam. Satu peserta tambahan dari Vienam mendapatkan wild card untuk menjadi pemenang Photo Face-Off musim 3.
“Ini semacam olimpiade fotografi di Asia Tenggara.saya terus menekan mereka untuk bisa bekerja secara professional. Mereka sangat bagus dan kompetitif. Saya juga tidak ingin kalah dari mereka,” ujar Mott.
Kontestan asal Indonesia adalah Agus Supriyanto (37), manajer; Christinato Harsadim (25), mahasiswa; dan I Gusti Ngurah Bagus Wirajaya (30), mahasiswa. Mereka beradu ketangkasan memotret di Yogyakarta.
Pada tantanga kecepatan, mereka diuji dengna memotret model yang berpose dengan mobil neon yang bercahaya. Satu peserta akan tereliminasi pada babak ini.
Untuk tantangan tema, mereka diharuskan mengambil gambar kaya seni warna-warni di Kampugn Code untuk dipajang dalam galeri seni di Yogyakarta. Satu lagi peserta akan tereliminasi pada babak ini. Kemudian tantangan face-off, peserta meotret gambar simetris dengan Candi Prambanan harus ada di dalamnya.
Di negara lain, para peserta juga ditantang memotret berbagai macam hal. Di Bangkok, Thailand, misalnya mereka harus memotret bunga secara kreatif untuk tantangan kecepatan, membuat dan menata album utnuk sebuah band untuk tantangan tema, dan mengambil foto hitam puith tim polo air putri nasional ketika sedang bertanding.
Untuk menilai karya para peserta, Mott ditemani klien dan fotografer professional dari masing-masing negara sebagai juri.
Mendadak motret
Ketiga kategori tantang itu dirancang untuk mendorong keterampilan, pengetahuna, dan kreativitas dan membuat foto yang unik. Kami diberi tema secara mendadak, kamera juga diberikan mendadak. Lokasi juga diberitahukan mendadak. Saya harus memanfaatkan waktu persiapan yang sangat singkat untuk menentukan foto. Ini benar-benar membuat saya keluar dari zona nyaman,” ujar Agus, saat jumpa pers di Jakarta, akhir Agustus lalu.
Gusti mengatakan hal senada. Hal pertama yagnharus dimiliki setiap peserta adalah kecintaan pada dunia fotografi. “Kalau kita enggak suka motret, tentu tidak akan dapat foto bagus. Kita juga harus berani berpikir out of the box,” kata Gusti, yang gemar fotografi sejak kecil.
Christianto memiliki tantangan tersendiri karena dia memiliki gangguan pendengaran dan harus berkomunikasi dengan bahasa isyarat. “Di lokasi, saya mencoba berkomuniksi dengan model memakai bahasa isayarat. Dia tidak mengerti sama sekali,” tuutrnya melalui penerjemah.
Kekurangan itu tidak menyurutkan Christianto untuk berkompetisi. Dia ingin memperliahtkan kepada para tunarungu bahwa mereka pun bisa memotret dan membuat foto bagus.
Kepala Penjualan dan Periklanan A+E Networks Charles Less mengatakan, Photo Face-Off tidak sekadar sebuah kompetisi memotret. “Ini adalah cara menuturkan cerita dengan cara yang mengagumkan. Lama-kelamaan bisa tercipta sebua hkultur fotografi,” ujarnya.
Sisi lain dari kompetisi ini adalah, tuurt tersorotnya keelokan panorama dan kehidupan sosial budaya di setiap negara sehingga bisa diperkenalkan kepada maysarakat yang lebih luas. Pemirsa bisa ikut menikmati buurng dalam sangkar terbesar di Kuala Lumpur; beragam jajanan di Street Smith, pujasera ikonik Singaprua; atau keindahan Jembatan Naga, ikon kota Da Nang.
Terelbih, dari tahun ke tahun industry fotografi semaki nberkembang. Banyak pula bermunculan fotofrafer handal. Dari balik lensa, dengan beragam angle, mereka mengabadikan keindahan dan keunikan semesta.[Sumber : Kompas, Minggu, 18 September 2016 | Oleh : Ransisca Romana Ninik]

Keywods : Photo,foto,Photo Face-Off,Canon PhotoMarathon,.
Tags: adu tangkas, dibalik lesa,fotografer.
Description: Memotret dan menghasilkan foto yang bagus bagi orang kebanyakan sudah merupakan tantangan.

Excerpt ; Memotret dan menghasilkan foto yang bagus bagi orang kebanyakan sudah merupakan tantangan. Apalagi, ditambah batasan waktu, tema, dan “lawan” fotografer professional kelas dunia, mengintip dari balik lensa bisa memacu adrenalin!