Kamis, 24 April 2014

Kamera Tanpa Cermin yang Kian Memikat

By Hendrik

SELAIN penguasaan teknik memotret, peralatan fotografi memiliki peran sangat penting terhadap hasil akhir sebuah jepretan. Itulah sebabnya, banyak orang lebih memilih kamera jenis digital single-lens reflex (DSLR)-yang memiliki performa mumpuni dan segudang fitur canggih, disbanding kamera jenis lain.
Namun, apakah fenomena tersebut kini masih cukup relevan, mengingat pekembagnan teknologi fotografi yang  sangat pesat?

Memang kamera DSLR merupaka nkamera canggih yang dapat menghasilkan gambar tajam, dramatis, dan detail. Namun, hal ini pulalah yang membuat bodi kamera DLSR terbilang besar. Nah, dengan hadirnya kamera miroless atau mirrorless interchangeable-lens camera (MILC) atau disebut juga digital single lens mirorrless (DSLM) orang akan berpikir ulang sebelum membeli DSLR, terlebih digunakan untuk beravonturir.

Cara kerja kamera mirrrorless hampir sama dengan kamera DSLR. Perbedaannya, kamera ini tidak menggunakan cermin yang berfungsi memantulkan cahaya ke jendela bidik (viewfinder). Cahaya yang masuk melalui lensa langslung diterima sensor dan ditampilkan di viewvinder elektronik. Hal ini membaut kamera lebih kecil dan ringan sehingga mudah dibawa ke-mana-mana.

Lensa pada mamera mirrorless dapat digantikan, sama seperti kamera DSLR. Jenis da ntingkat ketajamannya pun berbeda-beda. Dengan demikian, tak heran jika hasil jepretan dari kamera ringkas ini tidak berbeda jauh dengan hasil foto kamera DSLR.

Bagi para teveler, yang notabene selalu mempertimbangkan kepraktisan dan kemudahan dalam membawa sesuatu, memilih kamera mirrorless adalah hal yang  tepat. Selain ringkas dan ringan, kamera  tersebut umumnya lebih murah ketimbang kamera DSLR-kecuali merek tertentu, seperti Leica, Ricoh, da nFujifilm X series, yang harganya setara, bahka nlebih tinggi disbanding DSLR kelas menengah. Harga tersebut tentu terbayar dengan hasil yang maksimal, yang mampu diadu dengan kamera DSLR.

Hadirnya kamera mirrorless tahan air dan guncangan, yang dibuat oleh Nikon, juga membuat kancah fotografi kian menarik. Dengan harga sekitar 10,5 jutaan, pengguna dapat menggunakan kamera tangguh bersensor 14,2 juta piksel. Menariknya lagi, kamera ini dilengkapi fitur outdoor seperti kompas elektronik, GPS dan pengukur kedalaman. Selain itu, saat hendak memotret di dalam air, dengan kedalaman maksimal 15 meter, kamera tersebut tidak perlu diberi casing tambahan yang berfungsi menahan masuknya air.

Ada juga kamera mirrorless mungil besutan Panasonic yang dapat dijadikan alternative para traveler. Sama seperti mirrorless lainnya, meski berukuran segnggam tangan orang dewasa, lensanya dapat diganti-ganti sesuai kebutuhan.

Pengaturan kamera dapat dilakukan melalui layar sentuh LCD maupun tombol yang cukup fungsional, yang terdapat di bagian atas maupun belakang bodi. Meski mungil, kamera ini memiliki shutter speed maksimum mencapai 1/1600 detik. Kamera ini juga dilengkapi teknologi WiFi sehingga urusan transfer foto tidak lagi jadi masalah.

Kamis, 17 April 2014

GALERIA

VINEOGRAPHER dari Indonesia


VINE merupakan aplikasi ponsel yang memudahkan seseorang berbagai video dalam sebuah twit. Aplikasi ini meraih debutny ketika hadir pada Januari 2013 di Apple App Store, jauh sebelum instagram menambahkan fitur video sharing.

Tidak seperti aplikasi video sharing sejenis Youtube atau Vimeo, durasi maskimal vieo yang mampu direkam Vine hanyalah 6 detik. Pengguna cukup menyentuh dan menahan layar ponsel untuk merekam. Kemudian, lepaskanlah jari untuk jeda dan mencari obyek lain jika dibutuhkan. Lalu, rekam lagi hingga durasi 6 detik terisi penuh.

Membuat video dalam hitungan detik ternyata tidak memupuskan kreativitas para pengguna. Tersimpan banyak video inspiratif dan kreatif dari seluruh penjuru dunia. Namun, ada hal yang lebih membanggakan. Sala hsatu pengguna Vine (Viner) asal Indonesia meraih penghargaan kategori Vinographer dalam The Shorty Awards. Dialah Wahyu Ichwandardi yan juga dikenal dengan nama Pinot.

Menurut Pinot dalam situs web Moblivious, vineography  pada dasarnya adalah videografi yang dilakukan dengan menggunakan pembatasan dari Vine. Durasi yang ditentukan adalah 6 detik, tidak boleh mengakses Camera Roll. Jadi, pengguna langsung merekam gambar dengan mengaktifkan Vine .dalam video pidato kemenangannya, Pintor berharap bahwa vineographer dapat dikenal sebagai sebuah profesi.

Kamis, 10 April 2014

KLINIK | FOTOGRAFI

Fotografi Tidak Cuma Masalah Optik Lagi

Tips & catatan Arbain Rambey (Kompas, Selasa, 8 April 2014). Disajikan kembali oleh HendrikTan


Saya selalu mendambakan peta yang hidup dan bernapas,” kata Manik Gupta, Group Product Mgr fr Google Maps di Siem Reap, kamboja, akhir pekan lalu. Google Maps adalah bagian dari Google yang khusus mengembangkan aneka peta dengan pendekatan-pendekatan baru.

Peta yang hidup? Peta yang bernapas?

Ya, saat ini peta sudah demikian maju, kalau anda membuka Google Street View (mulailah dengan membuka www.google.com), anda bisa mempelajari sebuah tempat dari foto tiga dimensi tentang tempat itu yang dibuat ribuan pemakai Google dengan sukarela. Anda bisa memutar-mutar  arah pandang sampai anda sungguh “menguasai” tempat tersebut.

Lebih jauh, kini anda sudah bisa mempelajari detail sebuah tempat dengan “bergerak” di layar monitor (atau telepon cerdas) dengan seakan anda sedang berjalan di tempat itu, dengan arah dan jarak sesuai dengan kemauan anda. Peta yang ada di Google Street View sungguh membawa anda seakan sudah berada di sana tanpa beranjak ari tempat duduk saat ini.

Kini tujuh benua (termasuk Antartika dan Alaska/Greenland), 50 negara dan sekitar 6 juta mil jalan sudah dijelajahi Google Street view dengan kamera khusus yang dikembangkan Google.
Optic plus perangkat lunak

Kamera khusus yang dikembangkan Google merekam dalam tiga dimensi dengan cara sangat khusus. Dulu, foto tiga dimensi dihasilkan dari dua kamera yang mewakili mata manusia.

Tiga dimensi yang “dianut” Google adalah tiga dimensi yang akan diolah perangkat lunak khusus sehingga menghasilkan rekaman total sebuah tempat dalam elbih dari tiga dimensi. Anda bisa bergerak ke arah mana pun, bisa pula melihat kea rah mana pun di titik mana pun.

Kamera dengan 10 sampai 12 arah pandangan yang dikembangkan Google dibawa orang berjalan di area dimana hanya bisa dijelajahi kaki, atau dengan mobil pada area yang memungkinkan dilewati mobil.
“Hasil pemotretan beruntun itu lalu kami olah dengan perangkat lunak yang kami kembangkan. Maka jadilah peta yang merekam sebuah tempat dalam segenap sisinya, segenap detailnya,” kata Wakil Presiden Google untuk komunikasi Asia Pasifik.

Bisa dikatakan, saat ini fotografi telah masuk ke babak yang lebih tinggi. Fotografi tidak semata masalah optic lagi, tetapi juga masalah bagaimana hasil pemotretan itu bisa meningkat ke tingkat yang lebih tinggi dengan bantuan perangkat lunak. Tanpa diolah, memang fotografi akan terbatas pada gambar mati dalam dua dimensi dan terbatas.

Menyangkut Budaya

Tak hanya itu, Google Street View sudah mengjankau hal lebih dalam lagi. Beberap temapt penting sudah terpetakan dengan detail. Museum Nasional Indonesia, misalnya. Anda bisa masuk Museum Nasional ari tempat duduk anda lewat komputer, lalu melihat dengan detail aneka koleksi yang ada di sana. Sangat detail bahkan serat kain sebuah ulos bisa terliaht jelas.

Potret detail sebuah benda bersejarah memang perlu ada untuk menghindari pemalsuan. Sjahrial Djalil, kolektor benda seni, mengatakan bahwa potret detail sebuah benda seni membuat benda itu tak bisa dipalskukan. “Retakan dan aneka detail jelas tak bisa ditiru. Selama ini pemalsuan benda seni terjadi karena orang tidak tahu deatilnya.” Kata pemilik Museum Dalam kebuh di Kemang Timur, Jakarta Selatan, ini.
Fotografi memang seubah temuan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Dan dengan digabungkan dengan aneka penemuan lain, fotografi jelas merupakan bagian kehidupan manusia sampai kapan pun.