Senin, 11 November 2019

Memahami Pengeditan Foto dalam Jurnalistik


DALAM dunia jurnalistik beredar “peraturan” yang mengatakan bahwa mengedit seubah foto batasannya adalah teknik kamar gelap. Maksudnya, mengedit foto di era digital dalam dunia jurnalistik hanya boleh dilakukan ,kalau zaman dahulu juga bisa dilakukan, di kamar gelap (proses cuci cetak foto).
Maka, kalau dijabarkan, mengedit foto digital yagn diizinkan dalam dunia jurnalistik adalah krop (memotong), membuat lebih gelap total, membuat gelap sebagian(burning), membuat lebih terang total, membaut terang sebagian (dodging), menaikkan kontras, dan memutar foto. Dalam hal tertentu, memperbaiki warna yagn salah (akibat salah white balance, atau salah memilih film) bisa dilakukan.
Banyak fotografer jurnalistik (terutama yang baru bersentuhan dengan digital) sangat takut bahwa edita nfotonya berlebihan dan melanggar asas jurnalisme (karena dia tidak bisa mengedit fotonya sendiri). Padahal, sesungguhnya, dalam dunia jurnalistik tida ada pihak yang bisa melarang siapapun karena kalau ketahuan melanggar soal mengedit ini pun hukumannya jug tidak ada aturannya.
Satu hal yang harus dipahami saat ini adalah sesungguhnya pembohongan lewat foto 99,9 persen justru bukan dari mengedit, melainkan dari memainkan teksnya. Hal itu misalnya foto dari Malaysia dikatakan dari Indonesia. Foto buatan tahun 2003 disebut dibuat kemarin dan sebagainya.
Hal lain yang harus dipahami adalah kini sangat sulit berbohong dengan fotografi. Makin banyak orang ikut memotret selain wartawan, juga makin banyak perangkat untuk menguji sebuah foto ata ukemiripan sebuah foto dengan foto lain (misalnya Google Image dan Tineye).
Dan yang paling penting diketahui adalah harga diri seorang wartawan/Koran ada pada kebenaran informasi yang dibawakan. Satu kali ketahuan berbohong, sang wartawan/Koran sulit dipercaya lagi. Ini menyangkut uang iklan yang akan masuk padanya.
Media besar akan berpikir jutaan kali untuk berbohong karena itu menyangkut uang iklan yang emmang pemasukan utamanya. Namun, tidak bisa dimungkiri, kini ada media yang memang mendapatkan uang dari pembelokan fakta.

Hasil akhir setelah proses dengan fungsi skew. Tidak ada data yang berubha dibandingkan realitas aslinya

Fungsi “skew”
Baiklah, mari kita kembali ke soal mengedit foto. Berikut ini adalah proses saya mengedit foto lama (masih memakai film) yang miring akibat ketidaktelitian saat memotret. Kemiringan foto saya tidak mungkin diedit dengan aturan konvensional. Kalau diputar, bagaian lain lagi akan miring. Maka, saya memakai fungsi skew lewat perangkat lunak, yaitu cara yang diera kamar gelap juga bisa dilakukan tetapi sulit dan membuat beberapa bagian foto jadi tidak tajam.
Mengapa menurut saya cara ini sah? Saya berani melakukan in idan membuka olahan yang saya lakukan karena hasilnya sesuai dengan realita bangunan aslinya.
Salah satu pegangan jurnalistik adalah apakah masih sesuai dengan aslinya. [Sumber  : Kompas, Selasa, 17 Januari 2017|Oleh; Arbain Rambey dalam Tips&Catatan]