Rabu, 23 Januari 2019

Memilih Lensa Bekas


ORANG bilang fotografi adalah hobi yang mahal. Maksudnya modal untuk membeli kamera dan lensanya cukup besar. Namun, ternyata banyak fotografer, utamanya yang memotret untuk hobi bukan profesi, membeli lensa seken sebagai pasangan kameranya.
Bila harus membeli lensa bekas, periksa terlebih dahulu keadaan seluruhnya. Kemudian goyangkan lensa perlahan, tetapi cukup untuk mengetahui atau mendengar bila ada elemen gelas di dalam lensa yang tak terpasang dengan baik atau terlepas.
Kemudian, periksa bagia ndepan dan belakang lensa. Jangan membeli lensa dengan bagian depan atau belakang yang sudah tergores, retak, atau pecah kecil.

Lalu, arahkan bagian dalam lensa ke sumber cahaya, untuk mempelajari kondisinya. Bila terdapat sedikit debu masih 0ke-oke saja, atau bila terlihagt adasedikit jamur masih bisa dibersihkan atau diservis. Namun, jangan membeli lensa yang bagian dalamnya sudah berjamur tebal atau terpapar partikel asing.
Cobakan lensa itu pada kamera anda dan pastikan semau fungsi kamera dan lensanya berjalan normal. Periksa juga aperture dalam lensa menutup sesuai pengesetan saat memotret. Adna bisa membuka bagian belakang kamera, setel ke dalam mode Bulb, dan tekan tombol shutter. Lakukan tes ini pada seluruh rentang aperture lensa.
Kemudia periksa fungsi autofocus pada lensa dan harus bekerja dengan normal dan akurat. Periksa pula manual focus ring pada lensa. Pastikan komponen ini berfungsi dengan baik, tanpa suara atau sendatan pada mode manual focus.
Bila memilih lensa tipe zoom, yakinkan juga mekanisme zoom berjalan dengan halus dan lancer. Jangan membeli lensa dengan mekanisme zoom yang tersendat, terlalu keras, atu terlalu kendor.
Terakhir, teliti filter thread pada bagianru depan lensa. Bagian ini seharusnya tidak terdapat kerusakan atau kemacetan. Lakukan saja pengujian dengan memasang sebuah filter pada lensa tersebut.

Senin, 21 Januari 2019

Fotografi Digital adalah Jepang!


SIAPA berani membantah bahwa saat ini kalau membicarakan fotografi adalah membicarakan buatan Jepang? Kameran non-Jepang yang masih banyak terdapat di pasaran tinggal Leica (yang harganya sangat tinggi untuk kelasa yang sama dengan sebuah kamera Jepang) dan Kodak.
Namun Leica pun seperti tipe M9, memakai bagian dalam Kodak, yaitu sensor Kodak KAF-18500 CCD, sementara perusahaan Kodak belum lama berselang telah menyatakan diri bangkrut. Akan halnya PhaseOne (Denmark), itu adalah kamera untuk kelas sangat khusus dan jelas bukan kamera yang akan terlihat di jalan-jalan atau di rumah-rumah penduduk.
Fotografi saat ini adalah digital dan teknologi ini dipegang habis-habisan  oleh Jepang. Sadarkan Anda bahwa Cina pun tak bisa membuat barang-barang “KW” untuk jenis kamera DSLR? Bahkan, Jerman yang dulu begitu tangguh dalam perfotografian kini sulit mengejar Jepang karena, bagaimanapun, membuat kamera digital tidak cukup hanya memiliki teknologi lensa yang canggih seperti yang selama ini menjadi kekuatan Jerman.
Canon versus Nikon
Membicarakan kamera Jepang, tentu dua yang menonjol adalah Canon dan Nikon. Sampai saat ini pun saya selalu mendapat pertanyaan: bagus mana Nikon atau Canon?
Jawaban saya selalu sama: kalau memang ada yang lebih bagus, masak, sih, sampai sekarang belum ketahun juga? Namun, kalau membicarakan jumlah penjualan, canon melalui salah satu petingginya. Masaya Maeda, pada awal bulan ini mengatakan bahwa mereka menguasai 45 persen padar DSLR dunia. Beelum sampai setengah. Akan tetapi, mengingat masih beigtu banyak merek lain (Nikon, Olympus, sony, Casio, Pentax, Samsung, BenQ dan lainnya), boleh dikatakan Canon saat ini menguasai pasar dunia.
Karena data dari Canon itu tak ada yang membantah, juga dengan realitas yang ada, yaitu hamper di semua acara besar-mulai dari olimpiade hingga perang di Timur Tengah-lensa putih (khas Canon) tampak di mana-mana, Canon memang paling banyak digunakan saat ini. Namun, mengatikan jumlah penjualan dengan mutu memang tak selalu benar, seperti juga Toyota kijang yagn penjualannya sangat tinggi, tetapi tak begitu saja bisa disebut yang terbaik. Buktinya, anggot DPR tentu tak mau mobil dinasnya Kijang bukan?
Dari ajang pameran fotografi CP+ di Yokohama, Jepang, awal bulan ini, memang terlihat bahwa Canon sangat “Kuat” Stand pamerannya terbesar, disusul Canon yang membuka stand persis di sebelahnya. Di akhon meraih medali mas, disusul Nikon yang meraih medali perak. Siapa yang meraih perunggu? Olimpus!
Baiklah semua yakin bahwa dua besar dunia memang masih Canon dan Nikon. Membicarakan siapa nomor tiga sungguh sulit. Sampai beberapa tahun lalu, penjualan kamera saku tertinggi masih dipegang Sony. Pada pameran CP+ lalu, Olympus menyita perhatian karena menghadirkan kamera OMD atau OM Digital.
Pada tahun 2009, Olympus menelurkan kamera jenis baru yang disebut mirrorless. Pelan, tapi pasti, kamera jenis ini menarik minat para fotografer dan produser. Penjualan kamera mirorrless di seluruh duni sangat tinggi, termasuk di Jepang. Satu persatu perusahaan kamera Jepang memproduksi jenis ini dan hanya Canon yang belum melakukannya.
Dalam pameran CP+ lalu harus diakui bahwa primadona pameran memang EOS 1SX (Canon), Dr serta D800 (Nikon), dan OMD (Olympus). Kamera OMD memagn menarik perhatian karena bentuknya sangat “retro”, mengangkat kembali pamor kamera jenis OM yang Berjaya di era film. Kalau Anda penggemar film-film James Bond, salah satu kamera yang peranh dipakai agen rahasia Inggris itu adalah Olympus OM.
Sampai lima tahun mendatang, saya berani memastikan bahwa Jepang (terutama Canon) masih merajai perkameraan digital. Bagi Anda, mungkin pertanyaanya nanti sudah bukan Cuma: Canon atau Nikon? Mungkin banyak lagi pilihan.[Sumber: Kompas, Selasa, 28 Feberuari 2012\Oleh Arbain Rambey]

Selasa, 01 Januari 2019

Photokina 2018 dan Evolusi Fotografi/Videografi

Realitas saat ini, kebutuhan kadang ditentukan dengan kemunculan barang baru. Perusahaan elektronik dari Jepang, Panasonic, pada Photokina 2018 (pameran fotografi dua tahunan dunia) di Cologne, Jerman, akhir bulan lalu, mengumumkan sedang menyiapkan kamera untuk rekaman video 8K pada Olimpade Tokyo 2020 mendatang.
PERTANYAAN yang lalu mengemuka adalah apakah kita perlu 8K? Untuk menjawab itu, kita bisa melihat ke belakang. Dulu saat VCD dibuat pada awal tahun 1990-an menggantikan video VHS, orang mera puas menyaksikan video dari VCD. Kemudian kemunculan DVD pada akhir tahun 1990-an membuat orang lalu melupakan VCD. Demikian pla sat Bllue Ray muncul, orang lalu melupakan DVD. Kebutuhan orang meningkat sejalan dengna kemajuan teknologi, bukan sebaliknya.
Sistem “mirorless”
Panasonic bisa dikatakan membuat evolusi fotografi pada 2008 bersama Olympus menciptakan system kamera mirrorless. Saat ini, bisa dikatakan semua perusahaan fotografi sudah mulai meninggalkan system DSLR dan memakai system baru yagn dimotori Panasonic dan Olympus ini.
Pada 2008 it uPanasonic memilih sensor Micor Foruth Third (MFT) untuk system mirrorless-nya dan ini bertahan sampai sekarang. Selam ini sensor MFT secara umum bisa memenuhi kebutuhan umum fotografi.
Sementra itu, perusahana-perusahaan lain memilih sensor APSC, seperti Sony yang memulai system mirrorless sejak 2009, juga Fuji dan Cannon. Mirrorless yang memakai sensor Fullframe (36cm x 24cm) pertama adalah Sony lewat seri A7 pada 2013.
Namun di Photokina 2018 ini pula, Panasonic secara mengejutkan mengumumkan akan memperoduksi ssestem mirrorless dengan sensor fullframe. Ada yang menyebut bahwa Panasonic “mengikuti” Sonny, juga Canon dan Nikon, yang memulainya sejak beberapa bulan lalu.
Pertanyaan yang lalu mengemuka adalah, apakah Panasonic menyerah denga nkemajuan MFT yagn dirasa kurang cepat?
Menurut Toshiyuki Tsumura, Kepala Perencanaan Produk Panasonic, Panasonic sedagn berusaha melompat secara teknologi. “Sistem MFT kam ibagus sekali, bukan? Nah, kami sekarang merencanakan kamera baru dengan sensor yang ukurannya dua kali MFT, jadi pasti hasilnya leibh bagus lagi,” katanya kepada Kompas dan dua praktisi videografi dari Indonesia, Goen Rock dan Beny Kadar, dalam wawancara khusus di Cologne.
Sesungguhnya, kamera mirrorless dengan sensor fullframe buatan Panasonic yang akan beredara tahun ini tersebut bukanlah terbaru “baru” bagi konsorsium penciptanya (Panasonic, Leica, dan
Sigma) dan bukan sangat baru karena system ini ternyata sudah ada, yaitu Mounting L dari Leica.


Sistem fullframe sesungguhnya adapatasi dari system film yang merekam dalam rekaman 36 cm x 24 cm. Dan system ini pertama kali dipakai Leica  pada 1927 lewat Leica 1. Sistem fullframe adala hsistem dasr yang diawali oleh Leica dan kin populer lagi dalam era digital.

Kamera baru rancangan tiga perusahaan ini cukup siap karena sudah mempunya 11 lensa yang bisa dipakai, yaitu 8 dari Leica dan 3 dari Panasonic sendiri. Sementra perusahaan Sigma akan menghasilkan lensa-lensa lapis keduanya.
Sampai kapan perekembangan kamera akan berlangsung?


Jawabannya adalah, tidak akan pernah berhenti. Selama inovasi bisa dilakukan, kebutuhan manusia akan menyesuaikannya.  [Sumber : Kompas, Selasa. 2 Oktober 2018|Oleh : Arbain Rambey]