Minggu, 03 Maret 2019

FOTO-foto yang Jadi Klise dalam Lingkup Jurnalistika


SEBAGAI contoh pertama adalah foto antrean. Memotret sekadar orang yang berderet menuju suatu titik sungguh membutuhkan pendekatan yang baik agar fotonya tidak tampil membosankan.
Hal pertama yang dicari seorang fotografer saat akan memotret antrean adalah mencari sebuah titik perhatian yang akan menjadi point of interest (POI) fotonya.
Pada keempat foto antrean yang ada di halaman ini terlihat bahwa POI keempat foto adalah “anak kecil yang terjepit”. Apakah keempat fotografer pada keempat foto itu saling meniru? Tidaklah begitu.
Foto “tertua” pada keempat foto itu adalah karya Agus Susanto dari Kompas, yaitu foto yang di kiri bawah. Diambil tahun 2005, foto tersebut menggambarkan antrean minyak tanah. Adapun foto kanan atas adalah foto yang dibuat tahun 2007 pada kelaparan di Pakistan. Foto kiri atas dibuat tahun 2010, juga di Pakistan, saat terjadi banjir besar di negara itu.
Tak ada satu pun dari keempat fotografer antrean yang sempat melihat karya lainnya. Keempat fotografer mendapat ide yang sama dari berbagai sumber, mungkin dari internet atau juga media cetak mana pun.
Sebenarnya, foto antrean dengan menonjolkan anak kecil terjepit di bawah sadar telah menjadi “template” umum di kalangan jurnalis foto. Dan karena sekarang sudah menjadi klise, pendekatan “anak kecil terjepit” sebaiknya memang tidak dipakai lagi.
Pendekatan boneka
Kemudian perhatikan tujuh foto di kelompok bawah halaman ini. Apa yang menonjol?
Boneka! Benar…boneka selalu ada di pojok bawah ketujuh foto itu. Enam foto di sebelah kiri adalah foto-foto dari Timur Tengah. Pada beberapa pengeboman, tentu ada anak keicl yang jadi korban. Dan biasanya “jejak” akan adanya korban anak keicl adalah dari ditemukannya boneka di tempat kejadian.
Seorang fotografer biasanya akan membuat POI pada boneka yang ditemukan itu. Dengan demikian, pas sudah fotonya menceritakan kekejaman perang yang tak kenal usia.
Namun, kalau foto boneka muncul begitu banyak, timbulah pertanyaan: apakah boneka itu benar-benar  ada di lapangan? Apakah tidak mungkin fotografernya membawa boneka sendiri?
Pada foto kanan bawah, pada peristiwa banjir lahar dingin Merapi pun, akhirnya “foto boneka” muncul!
Saat ini dunia teknologi sudah begitu maju. Satu foto yang bagus kan dilihat miliaran manusia. Foto yang idenya mirip dengan foto hebat sebelumnya pelan tapi pasti tidak akan dianggap sebagai foto yang baik. Menghindari foto klise saat ini sudah menjadi kewajiban jurnalis foto mana pun yang ingin maju.
Klise-klise lain
Selain kedua contoh di atas, foto klise lain dalam dunia jurnalistik, misalnay foto jam di tengah bencana. Kita tentu ingat benar saat tsunami Aceh 2004 lalu ada foto jam yang ditemukan di lumpur. Jam itu sudah mati, dan posisi saat dia mati tepat ketika tsunami terjadi. Foto jam ini juga muncul saat gempa Yogya tahun 2006.
Perwarta foto Kompas, Lucky Pransiska, menceritakan bahwa saat dai meliput bencana di Mentawai akhr tahun lalu, beberapa fotografer sudah siap akan “mengatur” sebuah jam yang ditemukan di lapangan.
Dalam kancah foto politik, foto-foto klise antara lain pemukulan gong, pengguntingan pita, atau seorang pemimpin berpidato dengna posisi tangan menunjuk ke atas.
Memang tida ada yang salah dengan foto yang  klise sejauh fotonya bisam enyampaikan pesan dengan baik dan benar. Namun, dalam dunia yagn seharusnya memang makin baik, jurnalis foto di mana pun dituntut untu selalu berpikir, berpikir, dan berpikir saat membuat foto.
Foto adal hberita juga, maka foto yang baik adalah santapan mata dan batin yang sangat baik. [Sumber : Kompas, Selasa, 10 Mei 2011 | Tips & Catatan |Arbain Rambey]

#Dengan kedua kaki palsu, Agus Murtado tetap hidup normal dan berbagai perjalanannya.

#Kedua kaki Agus Murtado adalah kaki palsu

#Melayani Pelanggan

#Dengan ruang kerja sempit dan segala keterbatasan fisik, Agus Murtado bekerja keras mencari nafkah.

#Hanya dengan tangan kanan yang berfungsi normal, Agus Murtado memanfaatkan mulut sebagai pengganti tangan kirinya.

DESCRIPTION: perkembangan teknologi yang makin baik membuat makin mudahnya sebuah berita, baik tulis maupun foto, diakses siapa pun. Foto-foto yang menakjubkan dalam waktu singkat sudah menjadi santapan mata dan batin siapa pun yang punya akses atasnya. Di sastu sisi, kemapuan membuat foto bagus mudah “menular” di antara sesame fotografer. Tapi, di sisi lain, muncul pula foto-foto yang menjadi klise karena idenya menjadi terlalu umum. Memagn tak ada penjiplakan secara langsung di sini. Yang ada adalah endapan ide di benak hasil melihat foto lain, lalu ide itu menjadi pemicu saat membuat sebuah foto dalam situasi yang mirip.
KEYWORDS: antrean,point of interest,poi,jadi klise,lingkup jurnalistik,foto-foto.
TAGS :  Agus Murtado.