Kamis, 25 Oktober 2018

Kiat Memanfaatkan “Flare”

YANG disebut flare pada lingkup fotografi adalah cahaya “liar” yang ikut memengaruhi hasil foto kita, tampak di foto sebagai bekas berkas putih baik dalam bentuk garis maupun bidang. Flare muncul akibat cahaya kuat yagn datangnya nyaris menghadap kamera.
Flare bisa dianggap gangguan sehingga ada banyak upaya menanggulanginya, misalnya dengan pemasangan lens hood atau sejenis kerudung di depan lenasa. Namun, pada suatu keadaan tertentu, flare sama sekali tidak bisa dilawan manakala kita memakai lensa superlebar, misalnya 10 mm sampai dengan 20 mm.
Foto-foto di halaman ini semuanay menadnung flare yang jsutru menjadi elemn penting dair foto-foto tersebut. Flare adalah pembeda antara imaji nyata dan imaji fotografis. Banyak film-film bioskop juga memanfaatkan flare untuk efek-efek artistic.
Mata manusia sebenarnya sama dengan kamera, artinya kita juga akan menangkap flare kalau kondisinya sama. Namun, saat flare terjadi di mata kita, manusia normal akan menutup mata karena cahaya kuat selalu menyakitkan. Akibatnya, mata normal hampir tak pernah menyaksikan flare.

Atur penempatan flare sedemikian rupa sehingga menjadi elemen foto yang menguatkan. Pilih posisi flare agar harmonis dengan komposisi fotonya.

Sabtu, 20 Oktober 2018

Memahami Fotografi dengan FPS Tinggi

SAAT perusahaan Olympus mengeluarkan kamera EM1 Mark 2 tipe mirrorless (tanpa cermin) pada awal November lalu, banyak orang bertanya-tanya untuk apa kemampuan rekam dengan kecepatan bingkai yang begitu tinggi. Seperti diberitakan, kamera itu mampu merekam dengan kecepatan bingkai sampai 60 bingkai per detik alias 60 FPS (frames per seconds).
Saat ini, kamera DSLR (digital single lens reflex) hanya mampu merekam gambar sampai 14 FPS. Adanya cermin yang berayun pada DSLR menyulitkan kamera tipe ini untuk bisa merekam dengan FPS lebih tinggi lagi. Sementara itu, rata-rata kamera mirrorless sudah bisa merekam foto dengan kecepatan sampai sekitar 2-fps. Tetapi, sampai 60 fps, sungguh orang lalu bertanya: untuk apa?
Merekam proses
Sesungguhnya, kebutuhan akan merekam dengan fps sangat tinggi sudah dibutuhkan orang sejak dahulu. Kebutuhan ini umumnya menyangkut proses penelitian akan sesuatu yang bergerak. Dalam bidang olahraga, analisis dengan proses stroboskopik, yaitu pemotretran dengan pencahayaan khusus, sering dilakukan untuk mengamati kesalahan-kesalahan gerak atlet.
Di halaman ini terpasang sebuah foto stroboskopik tentang gerakan seorang pemain golf dalam memukul bolanya. Foto jenis inilah yang disebut foto stroboskopik yang merekam aneka gerakan dalam atu bingkai melalui pencahayaan yang berkali-kali dalam waktu singkat.
Sesungguhnya, kemampuan rekam Olympus EM1 Mark 2 itu sangat berguna untuk mengamati gerak seperti yang saya coba saat memotret kejuaraan berkuda ekuisterian cinta Indonesia Terbuka di kompleks berkuda Adria Pratama Mulya, Cikupa, Banten, akhir pekan lalu.
Gerakan kuda melompat dari mulai meninggalkan tanah sampai menjejak tanah lagi terekam dalam 80 bingkai foto. Dari rangkaian foto-foto itu terlihat bagian kaki kuda mana yang menyentuh palang lompatnya.
Dulu orang memakai video untuk merekam gerak, tetapi video yang dibekukan umumnya merupaka nfoto yang tidak bermutu tinggi. Dalam kasus pemotretan fps tinggi ini, tiap bingkai fotonya merupakan foto resolusi tinggi alias berukuran 5.184 x 3.888 piksel alias sekitar 20 megapiksel.
Keunggulan pemotretan dengan fps tinggi seperti ini adalah tiap gerakannya ada dalam bingkai tersendiri, tidak menumpuk seperti pada foto stroboskopik. Selain itu, pemotretan fps tinggi juga tidak memerlukan pencahayaan khusus, bahkan bisa berlangsung di tempat terbuka dan terang.
[*/CCblogspot.com  dari Sumber : Kompas, Selasa, 15 November 2016 ]

DESCRIPTION: Fotografi memang selalu membuka peluang visual. Kemampuan seorang fotografer untuk “mengolah” apa yang dilihatnya sebelum memotret akan sangat memengaruhi hasil pemotretannya
KEYWORDS: FPS,frame per second.
Excerpt : Fotografi buat saya bukan melulu mengenai merekam gambar yang mengharuskan tercapainya focus agar mendapatkan gambar yang tajam. Fotografi adalah sebuah perjalanan yang tak akan selesai, jika kaidahnya hanya diukur dari pencapaian teknis, maka berarti kita telah mematikan jalan panjang fotografi.
TAGS : Olympus EM1 Mark 2,foto stroboskopik,

# Sebanyak 80 foto berurutan sejak kuda mulai melompat sampai mendarat lagi di tanah, termasuk jatuhnya palang halangan, terekam dalam foto-foto yang masing-masing 20 MP.
#Foto terakhir dari rangkaian pemotretan kuda melompat berukuran 20 Mp.

#Sebuah foto stroboskopik merekam gerakan seorang pemain golf dalam satu bingkai foto. Guna foto jenis ini adalah untuk menganalisis gerakan pemain golf tersbut.

Senin, 15 Oktober 2018

Fotografi Satwa yang Selalu Penuh Kejutan

SATWA  liar tidak bisa diatur untuk difoto. Ini adalah hal yang harus dimengerti orang yang berniat utnuk memotret satwa di alamnya, atau orang yang sekadar ingin menikmati sebuah foto satwa.
Dengan demikian, sebuah foto satwa menjadi menari kalau imajinasi orang yang melihat foto itu terbangun, entah berdasar pengalaman pribadi tentang sebuah hal, entah karena angannya terasosiasi dengan sebuah kalimat.
Roto pemenang kedua Kategori Pelajar pada Lombo Foto Satwa International 2016 yang digagas Taman Safari Indonesia adalah contohnya. Siapapun yang melihat foto karya Muhamad Bilal Wibisonoa tersebut akan tertawa, setidaknya tersenyum meliaht adegan “saling pandang” kdua satwa. Apalagi setelah mengetahui bahwa judul foto itua adalah “Fish to Face” yang mengingatkan kita pada ujaran “Face to face” bukan?
Demikian pula saat kita melihat foto pemenang pertama Kategori Pelajar karya Mufthi Noorcha Barzanzi. Penamppilan seekor anak orangutan (Pongo abelii) yang mulutnya “monyong” itu menjadi lengkap kelucuannya saat terbaca judul foto tersebut “Mau cucu” yang merupakan versi bahasa anak keicl atas “minta minum susu”.
Orang sering bertanya, foto satwa yang bagus itu yang seperti apa?
Dan, jawaban atas pertanyaan itu selalu sama: foto bagus adalah foto yang sesuai dengan tujuan pembuatan foto tersebut. Foto menu yang bagus adalah foto yang membuat orang ingin memakan makanan yang terpotret. Foto interior yang bagus adalah foto yang membuat orang ingin masuk ke ruangan yang terpotret tersebut.
Sedangkan untuk foto satwa, penjabaran jawaban terbagi menjadi beberapa pemikiran. Foto satwa yang bagus secara ilmiah adalah foto yang menggambarkan satwa itu seutuhnya: bentuknya, warna bulunya, detail kulit, dan juga detail bagian-bagian tubuhnya yang lain. Namun, foto satwa yang bagus untuk kategori non-ilmiah adalah foto yang bisa membangun imajinasi tadi.
Kunci memotret satwa baik ilmiah maupun tidak hanya ada satu: kesabaran menunggu adegan. Namun, yang tidak bole hjgua dilupakan adalah, memotret satwa sering tergantung keberuntungan kita juga karena dalam genre fotografi ini kejutan sungguh selalu diharapkan.
[*/CCblogspot.com  dari Sumber : Kompas, Selasa, 15 November 2016 ]

DESCRIPTION: Fotografi memang selalu membuka peluang visual. Kemampuan seorang fotografer untuk “mengolah” apa yang dilihatnya sebelum memotret akan sangat memengaruhi hasil pemotretannya
KEYWORDS: fotografi satwa,penuh kejutan
Excerpt : Fotografi buat saya bukan melulu mengenai merekam gambar yang mengharuskan tercapainya focus agar mendapatkan gambar yang tajam. Fotografi adalah sebuah perjalanan yang tak akan selesai, jika kaidahnya hanya diukur dari pencapaian teknis, maka berarti kita telah mematikan jalan panjang fotografi.
TAGS :

# Juara I Kategori Umum: “Keluarga Besar”-John Hartono
#Juara II Kategori Umum: “Dara Laut Kecil”-Adi Sugiharto

#Juara 1 Kategori Pelajar: Mau “Cucu”-Mufthi Noorcha Barzanzi

Rabu, 10 Oktober 2018

CALIBRE, Pameran Foto Era Digital

KLINIK FOTOGRAFI  Tips & Catatan |ARBAIN RAMBEY

SEJAK fotografi memasuki era digital murni pada tahun 2000, pelan tapi pasti orang makin jarang mencetak fotonya maka, foto keluarga, foto diri, dan foto-foto lain pun jadi biasa disaksikan di layar computer, layar telepon genggam, atau juga bingkai foto digital. Satu per satu perusahaan cetak foto meniggalkan bisnisnya.
Namun, dalam tataran seni, foot dalam bentuk cetak tidak akan pernah mati karena pada satu titik orang buuth “betemu”, butuh interaksi nyata, dan butuh “rasa bahwa sebuah foto ada”. Ini mirip dengna feomena film yang sempat mematikan gedung bioskop karena maraknya film digital dalam sekeping cakram DVD/Blue Ray, tetapi kini orang mulai kembali ke gedung bioskop juga.
Sebuah pameran foto bertajuk “Calibre” yang  berlangsung di Ruman MAEN di bilangan Jakpus, Jakarta, menunjukkan dengan jelas penggabungan dunia digital dan dunia cetak. Empat fotografer berpameran di sana, yaitu Fanny Octavianus, Jay Subyakto, John Suryaatmadja, dan Oscar Motuloh. Mereka berkolaborasi dengan pakar digital Howard Brawidaja dan Gunawan Widjaya.
Dalam pameran foto Calibre, materi tersaji dalam cetakan dan digital, tanpa tumpang-tindih. Pengunjung dianjurkan mengunduh dahulu perangkat lunak Calibre Indonesia, baik di Android maupun di iOS. Dan, dengan perangkat lunak itu, data tentang sebuah foto dan juga foto lain yang “mendampingi” sebuah foto yang cetakannya terpasang mudah diakses pengunjung.
Pembelian sebuah karya dalam cetakan juga bisa dilakukan dari perangkat lunak tersebut. Hal ini membuat sebuah cetakan yang dibeli penunjung otomatis terdata, mendapat nomor seri, sekaligus mencegah terjadinya cetakan tidak resmi alias bajakan. Fotografer dan pembeli karys sekaligus terlindungi.
Caliber mungkin bukan yang pertama dalam pemakaian QR code (quic response code) dala msebuah pameran foto. Pameran foto dalam rangka Kemerdekaan RI ke-10 tahun 2015 sudah memakainya. Tetapi, dari segi system kerja dan fakta penjualan karya, Calibre memang terdepan.
Diharapkan dengan rintisan Calibre ini, pameran fotografi di Indonesia marak lagi dan penjualan karya foto menjadi menarik dan terdata dengan baik. [*/CCblogspot.com  dari Sumber : Kompas, Selasa, 11 Oktober 2016 ]

DESCRIPTION: untuk bisa memahami tulisan ini, mohon jangan membaca teks foto-foto yang ada sebelum membaca tulisannya.
KEYWORDS: foto digital,pameran foto,era digital.
Excerpt : Fotografi buat saya bukan melulu mengenai merekam gambar yang mengharuskan tercapainya focus agar mendapatkan gambar yang tajam. Fotografi adalah sebuah perjalanan yang tak akan selesai, jika kaidahnya hanya diukur dari pencapaian teknis, maka berarti kita telah mematikan jalan panjang fotografi.
TAGS :  Calibre,QR code,karya foto.

#Foto karya  Jay Subyakto dalam aplikasi Calibre Indonesia dan keternagn pemikiran pemotretnya.
#Foto Karya  Oscar Motuloh yang dilihat dari aplikasi Calibre Indonesia beserta opsi untuk membelinya.
# Foto Karya  Fanny Octavianus dalam serial berjudul “Noktah Jaman” dan QR Code di sampingnya.
#Detail  Quick Response (QR) Code pada foto karya John Suryaatmadja. Dnegna aplikasi Calibre Indonesia, segala keterangan dan foto lain dari seri “Almost Heaven” ini bisa dilihat di telepon cerdas.


Senin, 01 Oktober 2018

Memahami Kerusakan Foto

SEPERTI benda apapun di dunia, sebuah foto baik cetak maupun dalam bentuk file digital dan film akan mengalami kerusakan sejalan dengan waktu. Dalam bentuk fisik, yaitu cetakan, sebuah foto terus mengalami penurunan mutu warna dan ketajaman akibat udara sekitar dan juga cahaya ultraviolet (uv). Makin sedikit terkena cahaya uv (banyak di sinar matahari), makin awet sebuah foto cetakan. Itu sebaiknya foto yang dipasang di dinding diusahakan jangan terkena cahaya matahari langsung.
Dalma bentuk bahan foto, yaitu negative film dan juga file digital, kerusakan bisa terjadi dalam banyak segi. Kalau Anda masih memiliki banyak negative film yang belum dicetak, sebaiknya segera dilakukan pemindaian untuk menjadikan negate film anda itu menjadi berkas-berkas foto digital. Kini cukup banyak pemindai yang bisa memindai negative film atau slide dengan baik dengan harga memadai.
Jamur dan debu
Selain luntur, sebuah negative film yang umurnya di atas 10 tahu numumnya juga mulai terpapar jamur dan juga ditempeli debu permanen. Sebaiknya Adna menyimpan negative film di tempat yagn gelap dan kedap udara. Cahaya lampu, apalagi cahaya matahari, bisa melunturkan warna pada negative. Ditambah proses buruk pada waktu film itu dicuci, kerusakan warna bisa makin parah.
Menghilangkan noda debu dan jamur, juga kerusakan warna, bisa dilakukan dengan perangkat lunak, seperti Phtoshop. Untuk masalah debu dan jamur bisa digunakan clone stamp atau healing tool. Sementara kerusakan/pergeseran warna bia dikoreks idengan auto color dan color balance. Pelajari dulu menu dasar pengeditan dan perangkat lunak yang Anda pakai.
Meski demikian, banyak kerusakan warna pada negative yang tidak bvisa diperbaiki lagi karena kerusakannya sangat tidak terpola. Satu warna terkoreksi, warna lain bergeser, dan seterusnya. Atau juga, kerusakan warna tidak merata ke seluruh permukaan foto.
“File” digital
Sementara itu, berkas foto digital sesungguhnya sampai kapan pun tidak akan mengalami perubahan baik warna maupun hal lain, selama media penyimpannya tidak mengalami kerusakan. Kerusakna foto-foto digital umumnya terjadi karena pemilinya abai tau lupa memperbarui penyimpannannya.
Sebuah compact disk, digital versatile disc (dvd), flash disk, ataupun hard disk ada umurnya. Rata-rata hard disck berumur sekitar enam tahun. Sementara umur cakram dvd kadang lebih pendek. Biasakan memperbaharui media penyimpanan anda terutam apda foto-foto yang penting.d alam jangka waktu tertentu, kopi ulang berkas foto-foto Anda ke media penyimpanan yang baru.
Dalam kasus foto digital, kerusakan media penyimpanan umumnya membuat foto hilang selamanya.
[*/CCblogspot.com  dari Sumber : Kompas, Selasa, 6 Desember 2016 ]

DESCRIPTION: Fotografi memang selalu membuka peluang visual. Kemampuan seorang fotografer untuk “mengolah” apa yang dilihatnya sebelum memotret akan sangat memengaruhi hasil pemotretannya
KEYWORDS: kerusakan foto,file digital,file film,foto cetak,negatif film,slide,
Excerpt :
TAGS : memahami kerusakan foto,berkas-berkas foto digital,clone stamp,healing tool,auto color,color balance,

# Kerusakan negative film yang parah. Selai nwarna sudah berubah tanpa pola, jamur film dan debu juga mengotori seluruh permukaan filmnya.
#Kerusakan film yang terpusat pada pergeseran warna akibat proses pencucian film yang tidak baik terliaht pada warna langitnya.
#Kerusakan foto digital yang sangat parah akibat media penyimpannya rusak. Hard disk sebaiknya diganti setiap lima tahun.
#Kerusakan awal foto digital akibat bad sector pada media penyimpannya.

#Contoh pergeseran warna dari negative film yang pola pergeserannya teratur. Kerusakan jenis imi mudah dikoreksi dengang perangkat lunak setelah filmnya dipindai.